Sebenarnya saya ingin menyelesaikan cerita saya
tentang pengalaman pertama menjadi guru kemarin. Tetapi berhubung notebooknya
lowbath akhirnya saya tidak sempat. Maklumlah disini listriknya hanya hidup
dari jam 06.00 soreh sampai 11.00 malam. Belajar untuk memulai segala sesuatu
dengan pikiran yang positif. Segala hal yang menjadi perjalananan terasa lebih
muda dengan pandangan positif. Itulah yang menjadi pegangan saya ketika
melakukan segala kegiatan sehari-hari. Keyakinan dan kedamaian hati adalah hal
mahal yang tidak dapat dibeli dengan uang.
Hari selasa 20 januari 2016, hari pertama saya
mengajar di dalam kelas. Memang mengajar bukanlah hal yang baru bagi saya. Sejak
kuliah kami sudah dibekali dengan latihan dan pembelajaran tentang cara
mengajar yang baik. Tetapi tetap saja, menjadi guru benaran mempunyai rasa
tersendiri yang berbeda dengan ketika waktu praktik dulu.
Kelas yang saya masuki pertama kali adalah kelas XI
IPA 1, dengan jumlah murid pada waktu itu hanya 7 orang dari jumlah semua
anggota kelas adalah 9 orang. Agak aneh tentunya mengajar di kelas yang jumlah
siswanya hanya sedikit. Ketika saya memperkenalkan diri pertama kalinya, saya
seolah-olah merasa berbicara sendiri karena kelas ini sangat sunyi dan diam,
mungkin karena julah siswanya sangat sedikit. Tetapi kemudian saya berpikir
positif saja, kalau dengan mengajar adik-adik ini yang jumlahnya hanya
bersembilan, pasti saya lebih mudah untuk membimbing dan mengenal mereka satu
persatu.
Kendala yang saya temukan pertama kali adalah
sulitnya membangun komunikasi timbal balik dengan mereka. Kemampuan untuk
berbicara dari adik-adik ini sangatlah minim. Rata-rata dari kesembilan orang
peserta didik ini sulit untuk mengemukakan pendapat mereka. Ketika saya memulai
proses pembelajaran, saya seperti berbicara seorang diri di dalam kelas dan mereka
hanya mendengarnya. saya sangat sulit untuk mendapat respon balik ketika saya memberikan beberapa pertanyaan
mudah berkaitan dengan materi pembelajaran, yang biasa saya lakukan untuk
membangun komunikasi dengan peserta didik. Bahkan beberapa gerak gerik
dilakukan seperti pura-pura menulis, atau bertindak seolah-olah melakukan
diskusi dengan teman semejanya, membolak-balik buku ada pula seorang siswa yang
mungkin sudah mengetahui jawabanya tetapi ragu-ragu menjawabnya hanya dengan
suara yang kecil yang terdengar seperti
dengungan bagi saya. Kesimpulan saya pada waktu itu mengatakan kalau anak murid
saya ini mengetaui jawaban tetapi “takut” untuk menyampaikan jawaban tersebut.
Bahkan tak jarang beberapa pertanyaan yang jawabanya hanyalah ya dan tidak pun,
sering kali dipaksa untuk mendapat respon mereka.
Sebagai seorang guru yang pernah menjadi anak SMA
Sebelumnya, saya juga pernah mengalami hal yang sama seperti adik-adik ini.
Saya seringkali takut untuk menjawab pertanyaan walaupun saya tau kalau jawaban
itu benar. Terlebih lagi jikalau yang memberikan pertanyaan adalah guru-guru
yang tergolong killer. Saya hanya berani menjawab jika beramai-ramai bersama
teman lainya dengan tujuan jika jawaban itu salah maka guru killer tersebut
akan sulit menemukan siapa yang menjawabnya,sehingga hukuman diberikanpun
berjemaah. Jadi untuk sementara saya berpendapat kalau saya adik-adik saya ini
takut menjawab karena takut dihukum jika
menjawab salah, walaupun mereka yakin bahwa jawaban itu benar. Takut dihukum
menyebabkan kurangnya rasa percaya diri untuk menjawab pertanyaan.
Menyadari hal terebut saya mencoba manyakinkan
mereka bahwa saya bukanlah tipe guru yang killer, yang akan memberikan hukuman
jika mereka memberikan jawaban yang salah. Justru saya akan menghargai setiap
jawaban yang diberikan oleh adik-adik ini. tentu hal ini menjadi PR tersendiri
bagi saya untuk melatih menghargai dan mengapresiasi setiap jawaban sehingga
setiap siswa tidak merasa direndahkan ketika mereka memberikan jawaban yang
salah. Sebagai Guru baru saya tentunya perlu melatih setiap emosi dan kata-kata
didalam kelas.
Setelahnya saya mencoba mengakrabkan diri dengan
adik-adik ini dengan bercerita tentang pengalaman saya ketika masih SMA seperti
mereka, pengalaman saya belajar fisika yang dulunya pernah menjadi pelajaran
paling mengerikan bagi saya, dan pada akhirnya mulailah terdengar sedikit
keributan ketika ada canda tawa diantara mereka sehingga sedikit menimbulkan
rasa puas dalam hati saya karena setidaknya saya sudah menciptakan komunikasi
yang paling tidak membaik dengan adik-adik ini.
Sisa waktu pelajaran kali ini hanya saya habiskan
dengan bercerita dan mencoba mengenal adik-adik ini dengan lebih baik. Ketika
Gong berbunyi menandakan akhir les saya menyampaikan rencana pertemuan
berikutnya. Kesan pertama saya ketika saya meyelesaikan les pertama saya adalah
saya merasa puas karena paling tidak saya sudah mencoba untuk memberikan kesan
dan perkenalan dengan baik dengan adik-adik ini.
Komentar
Posting Komentar